Menemukan Diri Lewat Warna: Transformasi Hidup Agus Priyanto Lewat Terapi Seni

3 minutes reading
Tuesday, 8 Jul 2025 07:23 0 2 Admin

Agus Priyanto tak pernah membayangkan bahwa kuas dan kanvas akan menjadi jalan penyembuhan jiwanya. Dulu ia adalah sosok yang aktif di dunia sosial, sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Surakarta pada 2019. Namun setelah gagal, hidupnya berubah drastis.
Alih-alih melanjutkan rutinitas, Agus justru jatuh dalam krisis batin. Rumah dijual, anak dititipkan ke mertua, dan ia menarik diri dari lingkungan sekitar karena merasa malu dan takut dicap sebagai beban. Tak lagi bersemangat, ia bahkan enggan keluar rumah.

Ketika Malam Tak Berujung Menjadi Awal Baru

Satu malam, saat sulit tertidur, Agus mengambil air wudhu dan bermunajat. Setelahnya, secara impulsif, ia mengambil kuas dan mulai melukis dengan satu warna. Tidak ada tujuan, tidak ada rencana. Tapi dari aktivitas sederhana itulah, ia merasakan ketenangan pertama setelah sekian lama. Ia menyebut momen itu sebagai “kesadaran akan saat ini.” Sebuah pengalaman meditatif yang membuatnya sadar: seni bisa menyembuhkan.

Melukis Bukan Soal Estetika, Tapi Energi Jiwa

Bagi Agus, melukis meditatif bukan tentang hasil. Ini tentang proses. Proses untuk mengurai emosi yang sulit diungkapkan kata-kata. Dalam setiap goresan, ada energi. Dan energi itu menyatu dengan kesadaran tubuh dan alam.

Ia percaya bahwa tubuh manusia adalah mikrokosmos dari semesta. Ketika seseorang melukis dalam keadaan hening dan fokus, gelombang otaknya selaras dengan frekuensi bumi: 7,3 Hz. Itulah kenapa melukis bisa terasa menenangkan dan menyembuhkan. Pikiran yang kuat menghasilkan energi kuat. Dan seni menjadi media untuk menyalurkan dan mengelola energi itu.

Seni sebagai Bahasa Jiwa yang Tak Bersuara

Sama seperti yang dilakukan tokoh-tokoh besar seperti Van Gogh atau Salvador Dali, Agus melihat bahwa seni adalah jembatan ekspresi. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan gambar karena ayahnya kerap menggambar sebelum tidur.

Lewat pengalamannya, ia mendalami seni sebagai bentuk terapi, bukan sekadar hiburan, tapi sebagai alat komunikasi yang esensial. Ia belajar bahwa anak-anak yang mengalami kehilangan bisa mengekspresikan kesedihan lewat gambar tanpa harus menangis atau berbicara panjang.

Soul Healing Art Therapy: Seni untuk Penyembuhan dan Pemberdayaan

Berangkat dari pengalamannya, Agus membentuk pendekatan yang ia beri nama Soul Healing Art Therapy. Ini adalah metode terapi yang memanfaatkan seni rupa (lukis, gambar, clay) untuk mengakses lapisan emosi terdalam manusia.

Melalui pensil, kuas, hingga tanah liat, peserta bisa memilih sendiri medium yang paling nyaman untuk mengungkapkan isi hati mereka. Terapi ini bekerja untuk segala usia dari anak-anak hingga lansia. Terutama bagi mereka yang kesulitan mengungkapkan trauma secara verbal, art therapy menjadi ruang yang aman dan lembut.

“Kadang, kata-kata terlalu sempit untuk menampung luka. Tapi goresan warna bisa mengalirkan apa yang tak sanggup diucapkan,” jelas Agus.

Dari Luka Menjadi Cahaya

Kini Agus tidak hanya sembuh, ia menjadi cahaya bagi orang lain. Ia membagikan metode ini ke komunitas, sekolah, dan lembaga yang ingin menghadirkan ruang pemulihan. Bagi Agus, terapi seni bukan sekadar penyembuhan. Ini adalah pemberdayaan. Proses untuk membantu seseorang menemukan kembali harapan, kepercayaan diri, dan makna hidup.

Karena pada akhirnya, seni bukan hanya tentang karya. Tapi tentang keberanian untuk melihat ke dalam diri sendiri, dan menciptakan jalan pulang menuju jiwa yang utuh.

Artikel ini juga tayang di vritimes

LAINNYA